Saat itu malam hari. Rasulullah SAW dan Pasukannya berhenti di sebuah
bukit. Mereka baru saja kembali dari perang Dzatur Riqa?. Seperti biasa,
Rasulullah memberikan memberikan tugas berjaga bergiliran. Abbad bin Bisyr dan
Ammar bin Yasir menyatakan siap melaksanakan tugas itu. Keduanya adalah sahabat
erat.
Dalam mengisi keheningan malamnya, Abbad bin Bisyr menggunakan waktunya untuk
beribadah. Sekejap kemudian ia pun larut menikmati manisnya Al-Qur?an yang ia
baca dalam rangkaian shalat malamnya. Kekhusuyukan shala dan bacaan Al-Qur?an
berpadu dalam jiwanya.
Sementara Ammar bin Yasir tidur?karena memang gilirannya untuk istirahat?Abbad
terus larut dalam ibadahnya. Saat itulah seorang musuh mengintai dari
kegelapan. Sebuah busur dan anak panah ia persiapkan dan segera diarahkan ke
Abbad yang masih tenggelam dalam telaga kenikmatan ibadah.
Anak panah pun melesat dan mengenai salah satu bagian tubuh Abbad. Sebagian
riwayat memaparkan, Abbad mencabut anak panah itu tanpa merasa sakit
sedikitpun. Lalu, ia meneruskan shalatnya. Panah kedua pun meluncur dan
mengenai bagian tubuh Abbad. Seperti kejadian sebelumnya, Abbad mencabut anak
panah itu lalu meneruskan ibadahnya. Panah ketiga meluncur mengenai tubuh
Abbad. Lagi, seperti sebelumnya, tanpa merasakan sakit Abbad mencabut anak
panah itu. Selanjutnya, ia meneruskan ibadahnya.
Ketika giliran Ammar bin Yasir tiba, Abbad pun membangunkan rekannya itu. Ammar
kaget melihat darah mengucur dari tubuh Abbad. Melihat peristiwa itu, sang
pemanah buru-buru melarikan diri. ?Mengapa tidak membangunkan aku ketika engkau
kena panah pertama?? tanya Ammar.
?Aku sedang membaca Al-Qur?an dalam shalat. Aku tak ingin memutuskan bacaanku.
Demi Allah, kalau tidak karena takut menyia-nyiakan tugas Rasulullah SAW,
biarlah tubuh ini putus daripada aku harus memutuskan bacaan dalam shalatku,?
ujar Abbad.
Peristiwa yang dialami Abbad bin Bisyr itu merupakan contoh betapa kekhusyukan
ibadah bisa melahirkan kenikmatan luar biasa. Bahkan, ketika secara wajar
seharusnya Abbad measakan sakit, tapi sebaliknya dia tak merasakannya. Ia larut
dalam lezatnya ibadah. Inilah salah satu buah manisnya iman.
Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah SAW bersabda, ?Ada tiga hal yang siapa saja
di dalamnya tentu akan merasakan lezatnya iman: apabila Allah dan Rasul-Nya
lebih ia cintai daripada yang lain, mencintai seseorang hanya karena Allah, dan
benci kepada kekafiran laksana ia benci untuk dicampakkan kepada neraka.? (H.R.
Bukhari).[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar